Mesir Kuno atau Bangsa Qibthi menyebut tanah mereka dengan sebutan Kemy atau Takemy yang berarti hitam atau tanah yang hitam. Nama Mesir sendiri diyakini mulai digunakan sekitar pertengahan Abad 14 SM, berdasarkan arsip-arsip surat dari Raja Kan’an kepada Fir’aun (pharaoh) Mesir yang menyebut tanah ini sebagai Matho Mishri (tanah mesir). Kata Mishr juga beberapa kali disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga tanah ini lebih dikenal dengan nama Mishri atau Mesir.
Mesir adalah sebuah wilayah yang berada di Benua Afrika dan menjadi tempat yang paling dipilih oleh sebagian besar keluarga Nabi Muhammad SAW. Wilayah ini juga akhirnya menjadi poros ilmu pengetahuan Islam, karena banyaknya keluarga Nabi SAW yang berada di sini dan banyaknya ulama yang menimba ilmu dan mengajarkannya secara berkelanjutan hingga saat ini.
Salah satu Dzuriyat Nabi Muhammad SAW yang dimakamkan di Mesir adalah Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib. Beliau Syahid di Karbala, Irak pada 10 Muharram 61 H. Jasad mulia beliau dimakamkan di tempat beliau Syahid. Sedangkan tubuh bagian “imamah” beliau dibawa ke Asqalan, Palestine kemudian dipindahkan ke Istanbul, Turki hingga kemudian dimakamkan di kota lama Cairo, Mesir.
Jika anda sedang berada di kota Cairo dan sedang ingin mengulik keunikan Mesir di Pasar El-Khan Khalili, maka anda berada tidak jauh dari dua tempat mulia. Yakni Masjid Al-Azhar Syarif dan Makam Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Penulis sengaja memilih hari Kamis malam (malam jum’at) untuk melaksanakan amaliyah rutin layaknya Nahdliyin pada umumnya, yakni Tawasul Do’a yang dilanjutkan membaca Surat Yaasin dan diakhiri Tahlil (tahlilan). Selepas membeli beberapa kebutuhan dan pesanan teman di Pasar El-Khan Khalili, penulis menyempatkan “nyangkruk” sejenak sambil menikmati kopi arabika khas Mesir yang terasa sedikit pedas. Tak berapa lama, seruan Adzan terdengar dari Masjid Al-Azhar dan Masjid Hussein yang jaraknya memang tidak jauh dari tempat kami menghabiskan sore hari ini.
Kami memilih untuk melaksanakan sholat Maghrib di Masjid Hussein yang memang letaknya tidak jauh dari Pasar El-Khan Khalili. Hanya berjalan ke arah timur dari El-Khan Khalili sekitar 100 meter, melalui sisi selatan masjid yang terdapat tiga payung raksana seperti di Masjid Nabawi, Madinah.
Masjid Hussein yang di dalamnya terdapat Makam “imamah” Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib, didirikan pada tahun 1154. Letaknya berseberangan (terpisah jalan) dengan Masjid Al-Azhar. Makam Sayyidina Husein berada di belakang Mimbar dan pengimaman Masjid. Selalu ramai setiap hari dan setiap hari Jum’at biasanya akan bertambah ramai dikunjungi para peziarah.
Setelah selesai melaksanakan Sholat Maghrib, kami tidak langsung menuju Makam Sayyidina Husein, karena gerbang Makam baru akan dibuka setelah Sholat Isya’. Kami tetap di dalam Masjid memulai tawasul dengan mengirimkan bacaan Surat Al-Fatihah. Dilanjutkan dengan membaca Surat Yaasin dan Tahlil. Hingga tiba waktu Sholat Isya’, kami bersiap untuk melaksanakan jama’ah Sholat Isya’ bersama ratusan jama’ah lainnya yang malam itu hadir dengan niat yang sama ingin berziarah maupun yang memang sedang berada atau lewat sini.
Gerbang Makam akhirnya dibuka dan orang-orang yang memang meniatkan ziarah mulai memasuki ruangan tempat jasad “imamah” Sayyidina Husein dimakamkan. Jama’ah pria dan wanita dipisah melalui pintu masuk yang berbeda. Begitu pula di dalam ruangan makam, yang dipisahkan pembatas antara pria dan wanita.
Baca Juga : Ziarah ke Makam Imam Syafi’i
Perlu dicatat, bahwa yang berziarah di makam ini bukan hanya kami jama’ah sunni (ahlusunah wal jama’ah) saja, namun ramai juga didatangi oleh jama’ah Syiah yang menganggap Sayyidina Husein adalah salah satu Imam Syiah.
Di dalam ruangan yang tidak terlalu luas ini, hanya ada satu makam, yakni makam Sayyidina Husein. Pusaranya dikelilingi pagar yang terbuat dari tembaga dan alumunium dengan bentuk yang sangat indah. Kami sampaikan sekali lagi, bahwa yang dimakamkan di dalam Masjid ini adalah bagian kepala mulia Sayyidina Husein.
Awalnya, dimakamkan di Masjid Salih Al-Tala’i di sisi bagian luar Gerbang Kota yakni Bab Zuwayla. Kemudian pada tahun 1153 dipindahkan ke lokasi yang sekarang dan setahun setelah itu, dibangunlah sebuah Masjid dan posisi makam berada di dalam area Masjid.
Area Masjid Husein terbilang luas dan sangat indah layaknya bangunan-bangunan Masjid era Fathimiyah yang megah. Masjid ini dapat menampung sekitar 1500 jama’ah. Sengaja dibangun luas dengan mempertimbangkan banyaknya orang yang datang ke Masjid ini untuk ziarah, menimba ilmu dan hanya sekedar menjalankan ibadah sholat.
Masjid Husein juga digunakan sebagai pusat pengajian ilmu bagi warga Cairo maupun jama’ah dari luar Mesir. Kajian ilmu di Masjid Husein dulunya menghadirkan ulama-ulama Syiah, namun setelah penaklukan Mesir oleh Sultan Sholahudin Al-Ayyubi berubah menjadi Sunni hingga sekarang. Syaikh-Syaikh Azhar yang mengisi kajian ilmu di Masjid ini.
Di masa Pandemi Covid-19, Masjid Husein ikut ditutup total. Sekarang, Masjid ini sudah dibuka kembali untuk para jama’ah sholat dan ziarah. Kembali ramai dikunjungi dan digunakan kembali sebagai pusat perayaan hari besar Islam seperti biasanya.
Bagi kita umat Islam Indonesia yang mayoritas sunni dan ada dalam Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, berada di Masjid ini seperti berada di rumah sendiri. Pasalnya, di Masjid ini menjalankan amaliyah yang biasa kita lakukan di Indonesia. Yasinan, Tahlilan, Manaqiban dan tentunya Dzikir Jahr setiap ba’dha Sholat lima waktu.
Keberadaan Masjid ini yang tepat di sebelah Pasar El-Khan Khalili, menambah kenyamanan jama’ah yang berasal dari daerah yang jauh khususnya mancanegara. Tidak susah untuk mencari kedai makan dan minum selepas beribadah atau berziarah di Masjid Husein. Di Pasar El-Khan Khalili hampir semua kebutuhan tersedia. Mulai dari barang antik khas Mesir dan Afrika, makanan serta minuman khas Mesir hingga bumbu dapur pun ada di pasar ini.
Kemuliaan dan ke-Masyhuran Masjid Husein telah dikenal di seluruh dunia termasuk Indonesia. Selain sebagai tujuan menimba ilmu, Masjid Husein juga menjadi tujuan ziarah serta wisata. Bagi kami, kemuliaan ini adalah nikmat Allah SWT yang diberikan kepada Negeri Mesir yang di dalamnya bermukim sebagian besar Dzuriyat Nabi Muhammad SAW. (*)
[…] Baca Juga : Ziarah ke Makam Husein bin Ali Cucu Rasul […]