Wakil Rais PCNU Banyumas Tegaskan Pentingnya Bermadzhab dalam Beribadah

Banyumas,nubanyumas.com –  Dalam kajian amaliyah Ramadhan Ahad, (9/3/2025) pagi di kantor PCNU Banyumas, Wakil Ro’is PCNU Kabupaten Banyumas, Ansori, menegaskan pentingnya bermadzhab dalam menjalankan ajaran Islam.

Pernyataan ini menanggapi berbagai pandangan yang menyatakan bahwa beragama dan beribadah tidak perlu mengikuti pendapat madzhab, ulama, dan kiai, melainkan cukup berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah.

Menurut Ansori, meskipun Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam yang benar dan terjaga (ma’shum), pemahaman terhadap teks-teks tersebut memerlukan keahlian dalam bidang bahasa dan tafsir.

“Al-Qur’an adalah kalam Allah yang berupa teks, sehingga untuk memahaminya dengan benar diperlukan orang yang ahli dalam bahasa dan tafsir,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa umat Islam yang langsung memahami Al-Qur’an dan Sunnah tanpa bimbingan ulama belum tentu memperoleh pemahaman yang benar.

Lebih lanjut, Ansori menjelaskan bahwa prinsip dasar dalam Al-Qur’an dan Sunnah memang sudah lengkap, tetapi banyak aspek kehidupan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut dari para ulama.

Ia mencontohkan dalam ibadah mahdhah, aturan-aturannya sudah cukup jelas, tetapi dalam muamalah, Al-Qur’an dan Sunnah hanya memberikan prinsip-prinsip dasar yang perlu dijelaskan lebih lanjut oleh para mujtahid dan ulama.

“Semua ayat dan hadis yang berkaitan dengan amaliyah ibadah telah ditafsirkan oleh para ulama dalam kitab-kitab tafsir dan syarah hadis,” tambahnya.

Menanggapi pernyataan bahwa pendapat ulama belum tentu benar karena mereka bukan ma’shum, Ansori menegaskan bahwa meskipun kebenaran hakiki hanya milik Allah, hasil ijtihad ulama tetap perlu diikuti.

“Jika ulama tidak boleh diikuti, lalu siapa yang harus dijadikan rujukan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum Islam?” ujarnya, merujuk pada surat An-Nahl ayat 43 yang menegaskan pentingnya bertanya kepada ahlinya dalam perkara agama.

Ansori juga mengutip pernyataan Ibnu Rusd dalam kitab Bidayatul Mujtahid bahwa kejadian-kejadian dalam kehidupan manusia tidak terbatas, sedangkan nash dan perbuatan Rasulullah bersifat terbatas.

Oleh karena itu, dalam menghadapi persoalan yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, peran ulama dalam menetapkan hukum menjadi sangat penting.

Dalam konteks ini, keputusan Muktamar NU Pertama pada 21 Oktober 1926 di Surabaya menyatakan bahwa umat Islam wajib mengikuti salah satu dari empat madzhab yang tersohor dan telah dikodifikasikan, yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali/Hanabilah.

Pernyataan ini sejalan dengan pandangan Abdul Wahhab al-Sya’rani dalam al-Mizan al-Kubro, yang menegaskan bahwa wajib mengikuti suatu madzhab selama seseorang belum mencapai tingkat pemahaman inti syariat, agar tidak terjerumus ke dalam kesalahan atau kesesatan.

Demikian pula, keputusan Muktamar NU ke 11 pada 9 Juni 1936 di Banjarmasin menegaskan bahwa seseorang tidak boleh hanya berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis tanpa bimbingan ulama, terutama jika ilmu, amal, keadilan, dan kemampuan analisanya tidak setara dengan para Imam Mujtahid.

Pendapat ini didukung oleh rujukan dari Muhammad Amin al-Kurdi dalam Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah ‘Allam al-Guyub serta sabda Rasul yang menyatakan: “Ikutilah mayoritas (umat Islam)”, yang merujuk pada pendapat para imam mujtahid yang pengikutnya telah tersebar ke seluruh dunia.

Sebagai penutup, Ansori menyinggung pendapat Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi yang menyatakan bahwa seseorang yang mengklaim tidak bermadzhab, secara tidak langsung telah memiliki madzhabnya sendiri, yaitu “Madzhab Tanpa Madzhab”.

Dengan demikian, beliau menegaskan bahwa mengikuti madzhab merupakan bagian dari keberagaman dalam Islam yang tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah.(*)

Tulisan sebelumnyaSantri Al Masda Cilongok Rutin Khataman Al-Qur’an Tiga Kali Semalam di Bulan Ramadhan
Tulisan berikutnyaNuzulul Qur’an Menggema, Membaca Semakin Terlupa

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini