Uban Itu Membuatnya Ingat Mati

SATU persatu rambut putihnya mulai nampak. Awalnya ia merasa malu. Pasti orang-orang akan menilainya bahwa ia sudah tua. Namun pada ahirnya, ia menerima kondisi demikian itu.

Ia sadar bahwa umurnya semakin berkurang. Beberapa temannya sudah banyak yang dipanggil olehNya. Bahkan satu uban yang tiba-tiba muncul di dagunya, membuat ia merasa sedang diperingatkan oleh sang Pencipta, tentang ajal. Tentang kematian.

Ia merasa amalnya tak seberapa. Merasa kebaikannya kepada Allloh Swt, jauh di bawah orang lain. Lama belajar agama tapi kering hatinya. Ibadahnya seperti tak berasa. Jasmani bergerak, namun sepertinya tak berdampak kepada ruhaninya. Shalatnya hambar.

Semakin tua, ia merasa kata-katanya tak digubris oleh anak-anaknya. Lelah, menjadi rasa yang tak pernah hilang darinya. Fisik mulai terasa cepat sekali penat. Daya pikirnya juga tak sekuat ketika usianya masih 30-an.

Saat usianya masih 20-an, ia belajar dzikir qolbu, ke beberapa mursyid terkenal di daerahnya. Namun saat itu ia belum bisa merasakan nikmatnya ibadah, nikmatnya dzikir.

Hidupnya gersang, persoalan hidup serasa tak pernah selesai. Ia ingin segera ziaroh ke makam dua mursyid yang dulu membai’atnya, yaitu Kyai Masykuril Kirom dan Syeh Syarif Nurkholis. Ia mengingat ulama tarekat itu. Keduanya sudah meninggal. Lelaki itu ingin sekali bersimpuh di makam waliyulloh pada zamannya itu, sekaligus ingin bersilaturrahmi dengan para dzuriatnya.

Uban yang mulai tumbuh, membuatnya ingin beribadah lebih serius. Pahit getir kehidupan dunia, sudah ia jalani. Ia ingin ibadahnya berdampak kepada tenangnya kehidupan. Ibadah jasmani yang tembus kepada kondisi rohaninya. (*)

Tulisan sebelumnyaDies Natalis, Rektor UNU Purwokerto : Terimakasih Para Kyai dan Warga NU
Tulisan berikutnyaRumah Anggota Kebakaran, Muslimat Sumbang Beri Bantuan

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini