Ajibarang,nubanyumas.com – Mungkin tak banyak yang mengetahui, di balik bangunan megah MI Ma’arif NU 01 Pandansari yang kini ramai dihuni oleh ratusan siswa, tersimpan kisah sederhana yang dimulai dari ruang tamu rumah warga.
Tahun ini, tepat pada 1 Agustus 2025, madrasah ini memasuki usia ke-60, sebuah perjalanan panjang yang menjadi bukti kesungguhan masyarakat Desa Pandansari dalam menegakkan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.
Kisah itu bermula pada 22 Juni 1959, ketika dua tokoh, Ustaz Mahfud Burhan dan Bapak Yunus Hadi Wijaya, memulai kegiatan belajar mengajar sore hari bagi siswa SD Negeri setempat. Madrasah ini diberi nama Madrasah Diniyah Riyadul Atfal, mengingat saat itu Pandansari hanya memiliki satu sekolah formal milik pemerintah.
Tempat belajar? Bukan gedung sekolah seperti sekarang, melainkan rumah-rumah warga. Di antaranya rumah Bapak Ramidi A.S. dan rumah Ibu Min. Meja kursi sederhana, papan tulis seadanya, dan cahaya lampu teplok menjadi saksi awal pendidikan agama tumbuh di desa ini.
Seiring waktu, jumlah siswa bertambah. Dukungan pun datang dari berbagai pihak. Tahun 1963, masyarakat Pandansari bersama para tokoh sepakat agar madrasah masuk pagi, mengikuti kebijakan Departemen Agama tentang Madrasah Wajib Belajar. Gagasan itu melahirkan pendirian TK di atas tanah wakaf Bapak H. Zaenudin sebanyak dua lokal, yang diresmikan 1 Februari 1965.
Dari TK inilah semangat melanjutkan ke jenjang madrasah ibtidaiyah semakin kuat. Pada 1 Agustus 1965, berdirilah bangunan madrasah baru di atas tanah wakaf masyarakat Pandansari, menampung sekitar 30 siswa pertama. Penetapan resmi dari Departemen Agama RI No. K/239/IIIb/1975 menguatkan keberadaan madrasah ini di bawah naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU.
Tanah untuk gedung madrasah merupakan wakaf dari Bapak H. Zaenudin dan Bapak Adim Ansori. Wakaf inilah yang menjadi pijakan berdirinya bangunan permanen MI Ma’arif NU 01 Pandansari hingga kini.

Selama enam dekade lebih, MI Ma’arif NU 01 Pandansari telah dipimpin oleh sejumlah kepala sekolah yang masing-masing meninggalkan jejak perjuangan:
-
Hj. Umi Khasanah (1965–1967)
-
Achmad Mubaidy (1967–1984)
-
Yunisyani (1984)
-
Sudarto (1984–1987)
-
Achmad Mubaidy, A.Ma (1987–2004)
-
Socheh, A.Ma (2004–2009)
-
Siti Nursaidah, S.Pd.I (2010–2014)
-
Warsito, S.Pd.I (2014–sekarang)
Nama-nama tokoh pendiri yang berjasa dalam lahirnya MI Ma’arif NU 01 Pandansari antara lain: Bapak Zaenudin, Bapak Ramidi A.S., Bapak Rosyid, Bapak Anwari, Bapak Dul Hadi, Bapak Reksa, Bapak Mad Daklan, Bapak Hisyam, Bapak Dahlan Fuad Wiaya, Bapak Achmad Mubaidy, Bapak Mahfud Burhan, Bapak Sayuti, Bapak Juremi, Bapak Muhammad Taufiq, Bapak Muqodas, Bapak Kiai Mustafid, dan Bapak Adim Ansori.
Kini, di usia 60 tahun, MI Ma’arif NU 01 Pandansari tidak hanya menjadi tempat belajar, tapi juga pusat pembentukan karakter generasi muda Pandansari. Perayaan harlah tahun ini bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga meneguhkan kembali komitmen warga dan para pendidik untuk terus membangun pendidikan yang berlandaskan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah.
“Madrasah ini lahir dari niat suci, kerja keras, dan gotong royong warga. Semoga semangat itu terus terjaga,” pungkas Warsito, Kepala MI Ma’arif NU 01 Pandansari.
Penulis: Putut Aji Santosa