Riwayat Sejarah Fatayat NU
Fatayat adalah organisasi sayap atau banom NU yang mewadahi pemudi atau perempuan muda NU. Fatayat NU didirikan di pada 7 Rajanya 1369 H atau 24 April 1950 M.
Kata Fatayat berasal dari bahasa Arab yang artinya pemudi. Dinukil dari Ensiklopedia NU yang tayang di NU Online Jabar, berikut riwayat sejarah Fatayat NU.
Sejarah Fatayat NU
Sejarah Fatayat NU bermula dari Muktamar ke 15 NU di Surabaya tahun 1940. Saat itu, sejumlah pelajar putri yang mengenyam pendidikan di MTs NU Surabaya bergabung dalam kepanitiaan Muktamar bersama dengan perempuan NU Muslimat (NUM).
Dari situ, keterlibatan para perempuan NU terus berlanjut dari Muktamar ke Muktamar. Namun, keterlibatan mereka hanya sebatas dalam kepanitiaan saja, tidak lebih dari itu. Kelompok perempuan ini menamakan diri mereka sendiri sebagai Putri NUM, Pemudi NUM dan Fatayat.
Tahun 1946, kepengurusan NUM mulai memasukkan unsur perempuan-perempuan muda kedalam struktur kepengurusan. Pengurus muda dalam NUM itulah yang kelak menjadi sumber daya utama saat Fatayat NU resmi didirikan.
Sekitar akhir tahun 1948, di Kota Surabaya, Murthosiyah (Surabaya), Ghuzaimah Mansur (Gresik), dan Aminah (Sidoarjo) aktif mengkoordinir pemudi-pemudi NU dalam sebuah organisasi yang mereka sebut dengan Nama Fatayat NU.
Tiga serangkai itu juga mendirikan cabang Fatayat NU di Surabaya, Gersik, Sidoarjo dan Pasuruan. Atas dukungan dari ketua umum PBNU, KH Moachammad Dahlan mereka lalu membentuk Dewan Fatayat NU.
Kemudian melalui Surat Keputusan (SK) PBNU NO. 574/U/Feb tertanggal 26 Rabiuts Tsani 1369H/14 Februari 1950 M. PBNU secara resmi mengakui keberadaan Fatayat NU.
Masih di tahun 1950, saat NU menggelar Muktamar ke 18 di Jakarta, diputuskan bahwa Fatayat resmi menjadi Badan Otonom (Banom), istilah Dewan Pimpinan pun kemudian diganti menjadi Pucuk Pimpinan.
Usai Resmi menjadi banom, Fatayat lalu menggelar konsolidasi di Malang, Solo dan Bandung. Di Malang konsolidasi dihadiri oleh 3 Cabang di Jatim, di Solo dihadiri 6 cabang di Jateng dan di Bandung dihadiri 5 Cabang di Jabar.
Pada Juli 1951, Fatayat NU menerbitkan majalah Melati yang menjadi wadah komunikasi antara kader, meskipun hanya bertahan sampai 3 edisi.
Sejarah Fatayat NU mencatat, jika mereka tak butuh waktu lama, pada tahun 1952 fatayat NU telah berkembang pesat dengan memiliki anggota sebanyak 4087 dengan jumlah cabanh sebanyak 28 cabang.
Saat berlangsung Muktamar ke 19 NU di Palembang, Fatayat NU telah membentuk 6 cabang di Sumatra Selatan, hal itu sekaligus menunjukkan bahwa perkembangan Fatayat NU telah sampai ke luar Jawa.
Dengan perkembangan yang sangat pesat itulah, pada akhir Desember 1956 kantor pusat Fatayat NU pun hijrah dari Surabaya ke Jakarta.
Kemudian dalam rapat PP Fatayat NU tanggal 25 Juni 1961 dan 30 September 1961 dilaporkan adanya penambahan cabang di Pontianak, Martapura, dan Sleman, serta terbentuknya wilayah Fatayat NU Kalimantan Barat.
Sejarah Fatayat NU dalam Kongres ke 6 Fatayat NU di Solo, 24-29 Desember 1962, melahirkan sejumlah program baru, seperti perlunya setiap cabang menyelenggarakan perpustakaan, menghimpun dan memupuk anggota yang mempunyai bakat qira’atul Qur’an, dan pengusahaan penerjemahan Maulid Diba’.
Pada waktu yang hampir bersamaan Fatayat NU mendirikan Fatser (Fatayat NU Serbaguna), seiring dengan pembentukan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) oleh GP Ansor. Mereka dapat gemblengan fisik dan mental untuk mengimbangi gerakan PKI.
Dalam Muktamar ke 24 NU di Bandung, Juli 1967 untuk pertama kalinya dalam sejarah Fatayat NU ikut dalam Muktamar sebagai peserta partisipan. Namun, tiga bulan kemudian Fatayat dan Muslimat menyelenggarakan Kongres sendiri secara terpisah.
Beberapa rekomendasi penting dihasilkan dari kongres tersebut, antara lain adalah mendesak kepada pemerintah agar membersihkan aparatur pusat hingga daerah dari oknum Orde Lama dan G30S, juga agar tak mengikutsertakan anggota PKI dalam pemilu 1971.
Fatayat NU juga meminta dideklarasikannya hubungan Indonesia-Malaysia serta dukungan kepada bangsa Arab dari agresi Israel.
Dalam bidang pendidikan, Fatayat NU meminta pemerintah menyediakan anggaran 25 persen untuk pendidikan serta meminta agar Departemen Agama meningkatkan bantuannya untuk madrasah.
Masalah pelacuran dan dekadensi moral juga menjadi keprihatinan secara tuntas.
Sejarah Fatayat NU selanjutnya terjadi dalam Kongres Fatayat NU yang diselenggarakan bersamaan dengan Muktamar NU di Semarang tahun 1979. Kongres ini menghasilkan kepengurusan yang baru yang diisi oleh kader-kader muda.
Sedangkan para kadernya yang memimpin Fatayat sebelumnya banyak ditarik masuk dalam Muslimat NU.
Kongres ini memutuskan untuk melakukan registrasi ulang anggota, memperluas cabang, menyikapi beberapa permasalahan yang mengemuka saat itu, seperti formulasi senam dan olahraga agar tidak bertentangan dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, serta memberi kesempatan kepada anggota Fatayat untuk memperluas seni dan bakatnya sepanjang masih memegang nilai-nilai Islam.
Upaya registrasi dan konsolidasi kepengurusan terbilang tersebut cukup sukes dan berhasil. Fatayat NU mempunyai 69,996 anggota dan sekitar 300 cabang yang tersebar dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua.
Kerja sama dengan lembaga lain juga digalang, seperti dengan Departemen Agama, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, BKKN, Menteri Urusan Wanita, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, serta beberapa lembaga non-pemerintah seperti MUI. KNPI, Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Woman International Club (WIC), Unicef, Ford Foundation, dan lain-lain.
Bahkan, Fatayat NU juga mengirim utusannya untuk pertukaran pemuda Indonesia-Malaysia.
Berikut sejarah Fatayat NU dilihat dari jabatan Ketua Umum PP Fatayat NU dari masa ke masa :Â Â Murtasiyah, Chuzaiman Mansur, dan Aminah Mansur (1950-1952) Nihayah Bakri (1952-1956) Hj Aisyah Dahlan (1956-1959) Nihayah Maksum (1959-1962) Hj Malichah Agus Salim (1962-1979) Hj Mahfudhoh Aly Ubaid (1979-1989) Hj Sri Mulyani Asrori (1989-2000) Hj Maria Ulfah Anshor (2000-2010)Â Hj Ida Fauziyah (2010-2015) dan Anggia Ermarini (2015- sekarang).
24 April 2022. Tepat hari ini, 72 tahun yang lalu, Fatayat NU lahir dan terus berkembang, bak bunga melati yang memenuhi taman.