AJIBARANG, nubanyumas.com – Edisi perdana Sekolah Gus Dur (SGD) diadakan di Ajibarang Rabu,(08/09/2021) malam di pendopo Yayasan Garis Bawah (YGB), Desa Pancurendang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.
Program yang digagas oleh Generasi Muda NU Ajibarang ini merupakan upaya untuk mempelajari pemikiran dan nilai-nilai Gus Dur. Tujuannya agar kita bisa memahaminya, kemudian bisa menerapkannya dalam konteks kehidupan kita hari ini, kata pembina GMNU, Slamet Ibnu Ansori.
“Sekolah ini merupakan hasil dari diskusi pada peringatan haul Gus Dur tahun 2020, tapi baru bisa terwujud malam ini. Karena butuh proses panjang untuk menyusun konsep dasar sekolah, dan terkendala PPKM,” katanya.
Pria pendiri YGB Ajibarang itu juga menjelaskan, Sekolah Gus Dur difasilitasi oleh Taman Baca Masyarakat (TBM Ajibarang), bekerjasama dengan nubanyumas.com dan komunitas Luar Kotak sebagai pemateri. Untuk peserta boleh diikuti oleh siapa saja dan darimana saja.
Dini Rahmat Aziz, pemateri pada malam itu menjelaskan Gus Dur adalah manusia yang multi dimensi, tidak bisa dilihat dan dipahami hanya dari satu perspektif saja. Pandangan dan pemikiran Gus Dur sangat luas, kita belajar memahaminya lewat sekolah ini.
“Karena ini pertemuan awal, kita hanya isi dengan perkenalan fasilitator sekolah, kemudian penjelasan tentang konsep dasar sekolah, materi yang akan dipelajari, output sekolah dan sedikit perkenalan dengan sosok Gus Dur,” katanya.
Lewat slide yang ditampilkan, pria yang akrab disapa Doni ini menjelaskan satu persatu hal-hal dasar yang menjadi acuan sekolah, kemudian meminta perspektif dari peserta tentang sosok Gus Dur dan berdiskusi sejauh mana kita semua mengenal Gus Dur.
BACA JUGA : Pemakzulan Gus Dur Konstitusional atau Rebutan Kursi?
Kegiatan malam tadi diikuti oleh 50-an peserta dari berbagi unsur masyarakat, akan berjalan kurang lebih sebanyak 10 kali pertemuan dan diadakan setiap dua minggu sekali pada Rabu malam Kamis di Pendopo YGB Ajibarang.
Dibalik Sekolah Gus Dur
Mengapa ada Sekolah Gus Dur disampaikan oleh pembina GMNU, Slamet Ibnu Ansori, dalam pembukaan sekolah. Diceritakan ketika sedang memasang lukisan Gus Dur di dinding ruang tamunya, anaknya melihat dan sontak langsung mengajukan pertanyaan.
“Gus Dur itu siapa pak,” kata anaknya.
“Ini idola bapak,” jawabnya singkat.
Peristiwa itu terus terngiang dipikirannya dan kegelisahan juga muncul akibat pertanyaan sederhana dari anaknya itu. Sosok Gus Dur yang begitu luar biasa justru belum dikenal oleh anaknya. Bagaimana dengan anak-anak yang lain, generasi muda NU khususnya, apakah mereka sudah mengenalnya?
Dari situlah kemudian muncul gagasan untuk mulai sedikit demi sedikit memperkenalkan sosok Gus Dur kepada para generasi muda, agar mereka kenal dan tahu ada tokoh besar di Indonesia yang bernama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
“Kegelisahan itulah kemudian yang melahirkan Sekolah Gus Dur,” tegasnya.(*)