KUPI Guncang Dunia Islam, Ulama Perempuan Bangkit Suarakan Keadilan

PURWOKERTO, nubanyumas.com – Dominasi tafsir keislaman yang selama ini didominasi laki-laki mulai bergeser. Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) hadir sebagai angin segar dalam wacana keislaman di Indonesia. Sejak pertama digelar pada 2017, KUPI menjadi ruang strategis bagi ulama perempuan untuk menyuarakan Islam yang adil dan setara.

Dosen UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Hasanudin, menyebut KUPI sebagai momentum penting dalam sejarah Islam Indonesia.

“KUPI adalah kebangkitan suara perempuan dalam tafsir dan praksis Islam. Mereka tidak sekadar berbicara soal ibadah, tetapi juga menyentuh isu-isu sosial yang krusial,” jelasnya.

KUPI dikenal dengan fatwa-fatwa progresif yang berpihak pada perempuan. Salah satunya adalah larangan terhadap praktik sunat perempuan yang tidak memiliki dasar medis dan agama yang kuat. Mereka juga mendorong kebijakan publik, seperti kenaikan batas usia pernikahan perempuan menjadi 19 tahun.

“Ini bukan sekadar fatwa, ini adalah langkah nyata menyelamatkan masa depan anak perempuan Indonesia,” tegas Hasanudin.

Fatwa-fatwa KUPI disusun berdasarkan prinsip keadilan, kesetaraan gender, dan nilai kemanusiaan. Pendekatan mereka memadukan tafsir teks suci dengan analisis sosial dan perspektif feminis. Hal ini dinilai sebagai bentuk baru dari ijtihad yang lebih inklusif.

Dukungan terhadap KUPI juga datang dari tokoh nasional, termasuk Menteri Agama saat itu, Lukman Hakim Saifuddin dan Yaqut Cholil Qoumas. Dalam kongres kedua pada 2022, KUPI dihadiri oleh perwakilan dari 15 negara, menandai pengaruh global ulama perempuan Indonesia.

Menurut Hasanudin, kehadiran KUPI telah membuka ruang bagi generasi baru ulama perempuan. “Kini, banyak perempuan muda yang mendalami agama dengan cara yang kritis dan progresif. Mereka tidak hanya menjadi ahli fiqih, tapi juga advokat keadilan,” ungkapnya.

Meski mendapat tantangan dari kelompok konservatif, KUPI tetap kukuh. Dengan dalil dan data yang kuat, mereka terus memperjuangkan Islam yang membebaskan dan memanusiakan.

“Bagi KUPI, perjuangan ini bukan sekadar soal tafsir, tapi juga soal kemanusiaan. Ini adalah revolusi sunyi yang kini mulai menggema ke seluruh dunia,” pungkas Hasanudin.

Tulisan sebelumnyaAnak Nakal Salah Siapa? Refleksi Kebijakan Kang Dedy Mulyadi
Tulisan berikutnyaKhutbah Jumat: Menjadi Manusia Bermanfaat

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini