KEDUNGBANTENG – Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun. Ulama kharismatik pengasuh pondok pesantren An-Nur, Kedunglemah, Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, KH Mohammad Ridwan Sururi, kemarin meninggal dunia dalam usia 78 tahun.
Ribuan pentakziah dari berbagai daerah Minggu kemarin memadati dusun Kedunglemah. Meski demikian melalui pengeras suara Kepala Desa Kedungbanteng Tri Biantoro BcHk mengingatkan para pentakziah agar tetap mematuhi protokol Kesehatan, yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
‘’Alhamdulillah upacara pemakaman berjalan lancar dan tertib dengan pengawalan keamanan dari Koramil dan Polsek Kedungbanteng, Banser, Pemuda Pancasila dan Ormas lainnya,’’ kata KH Imam Satori, salah satu putra menantu KH Ridwan Sururi.
Upacara pemakaman dipimpin Wakil Bupati Banyumas Banyumas Drs H Sadewo Tri Lastiono. ‘’Warga Banyumas merasa sangat kehilangan wafatnya beliau,’’ kata Sadewo.
Menurut Sadewo, KH Ridwan Sururi merupakan sosok ulama yang sangat sederhana dan tidak suka menonjolkan kelebihannya. ‘’Salah satu yang disembunyikan dari masyarakat umum, Kiai Ridwan seorang hafidz atau penghafal Al-Qur’an 30 juz. Dalam kesibukannya membimbing santri dan umat, Kiai Ridwan khatam Al-Quran 30 juz dua kali setiap minggu. Banyak yang tidak tahu ini. Karena beliau tidak mau menonjolkan diri,’’ katanya.
Anggota Komisi VIII DPR RI KH Muslih Zainal Abidin dalam tadzkirohnya mengingatkan kematian sebagai pelajaran kepada manusia yang masih hidup. ‘’Pada saatnya entah kapan kematian itu pasti akan datang. Karena itu bersiap-siaplah dengan membawa bekal kebaikan sebanyak-banyaknya untuk dibawa mati kelak seperti yang dicontohkan Kiai Ridwan Sururi,’’ katanya. Pembacaan doa dipimpin KH Ahmad Sobri, pengasuh pondok pesantren Al-Falah, Jatilawang, Banyumas.
Hujan Tangis
Para kiai, ulama dan santri tak kuasa menahan tangis saat salah satu putra menantu. Kiai Anas Sifa Azmatkhan memimpin dzikrul Haddad. Pembacaan talqin di makam oleh KH Dai Munif Suyuthi Pengasuh PP Khaudlul Ulum Penajung Bojongsari Alian Kebumen dan KH Sulthoni dari Bumiayu Brebes
KH Achmad Mansyur, adik kandung Kiai Ridwan Sururi yang juga pengasuh pondok pesantren Yayasan Daarul Istiqomah (Yadri) Kedunglemah, Kedungbanteng menjelaskan, kakaknya lahir di Banyumas 13 Desember 1943.
Masa kecil dan remajanya dihabiskan untuk mengaji di pondok pesantren di Buntet Cirebon dan Sarang Kabupaten Rembang. ‘’Di Buntet Cirebon, Kiai Ridwan Sururi mengaji kepada sejumlah kiai yaitu Kiai Akyas, Kiai Abdul Djamil, Kiai Murtadlo Said, Kiai Arsyad, Kiai Mustahdi Abbas dan lain-lain,’’ kata Mansyur.
Sedang di Sarang Rembang, Ridwan Sururi mengaji kepada KH Zubair Dahlan (ayah KH Maimoen Zubair), KH Ahmad bin Sueb, KH Abdurrochiem, Mbah Djalil, Mbah Imam Cholil dan lain-lain. ‘’Meski dia mondok di pondok pesantren Ma’had Ulumus Syar’iyyah (MUS), Ridwan juga mengaji di PP Al-Anwar,’’ katanya. Dia meninggalkan seorang istri, 18 anak, 41 cucu dan 5 buyut.
Hadir pada kesempatan itu Pengasuh Pondok Pesantren At-Taujieh Al-Islami, Leler, Kebasen KH Zuhrul Anam, Ketua Umum MUI Kabupaten Banyumas Drs KH Tefur Arofat M.Pd, Kepala Kantor Kemenag KH Akhsin Aedy Fanany, Rais Syuriyah PCNU KH Mughni Labib, Ketua PCNU KH Sabar Munanto MPd, Camat Kedungbanteng Amie Witasari, KH Zaenurrohman, para habib dan lain-lain.
Kiai Ridwan Sururi, diakui semangat dakwahnya luar biasa, penampilannya pun berbeda dengan umumnya kiai. Kiai Ridwan seringkali menggunakan iket kepala, bukan peci putih, peci hitam atau songkok bahkan blangkon melainkan iket khas tradisi Jawa Banyumas. “Inyong Wong Banyumas, bangsa panginyongan ya iketan,” kata Kiai Ridwan Sururi semasa hidupnya, sehingga beliau dikenal dengan kiai iket. Sosok kiai yang sederhana, merakyat, nyemedulur yang berkarakter teguh sebagai manusia pribumi Nusantara. Lahul Fatihah.(B13-)
Penulis : Agus Fathudin Yusuf