AJIBARANG, nubanyumas.com – Sastrawan dan Budayawan Banyumas Ahmad Tohari bercerita tentang awal pertemuannya dengan Presiden ke 4 Republika Indonesia (RI) KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 1980an.
Dari pertemuan itulah ternyata Ahmad Tohari mendapatkan banyak sekali ilmu menulis yang kemudian dia terapkan ketika menulis novel legendaris Ronggeng Dukuh Paruk.
“Saat itu tahun 1980an, novel saya yang berjudul kubah mendapat penghargaan dari pemerintah sebagai novel terbaik,” kata Tohari mengawali pembicaraannya pada Haul ke 12 Gus Dur di Zona Nglinting Pancurendang Kamis,(30/12/2021) malam.
Kejadian itu, lanjut Tohari diliput oleh media masa atau koran, Gus Dur membaca berita tentang saya di koran tersebut, sehingga beberapa waktu kemudian saya dipanggil untuk bertemu dengan Gus Dur.
Baca Juga : GMNU Ajibarang Peringati Haul Gus Dur ke 12
“Mas Tohari saya sudah membaca buku sampeyan, itu menarik karena menuntun orang NU supaya damai dengan orang PKI,” lanjut Tohari menurunkan ucapan Gua Dur waktu itu.
Menurut Gus Dur, tambah Ahmad Tohari, novel terebut sangat berani dan hebat karena bermain berbicara tentang PKI pada tahun 1980an.
“Pada tahun 1980an, tidak ada yang berani ngomong PKI, kecuali saya,” tegas pria asal Jatilawang itu.
Tapi meskipun berani dan hebat, menurut Gus Dur, buku saya masih tetap jelek karena tidak ada ketegangannya dan sangat datar dalm penulisnya.
“Karena diperingatkan oleh Gus Dur seperti itu, ketika saya menulis novel Ronggeng Dukuh Paruk ilmunya Gus Dur saya pakai, dan ternyata betul novel itu meledak ketika saya mempraktikkan ilmunya Gus Dur,” pungkas Ahmad Tohari.(*)