Ngaji kitab Misykatul Anwar karangan al-Ghazali sudah sampai pada halaman 90 edisi Dar al-Minhaj. Gus Ulil memulainya dengan kalimat “Fainna hadrat al-Illahiyati ghairu hadrat al-Rahmati ghairu hadrat al-Muluki ghairu hadrat al-Rububiyah.”
Kehadiran paling puncak dari Allah kepada makhlukNya adalah kehadiran ketuhanan, kemudian kehadiran berupa kasih sayang, berupa kekuasaan, dan yang terakhir adalah berupa pengasuhan.
Sudah pernah dibahas sebelumnya mengenai alam raya ini merupakan wujud dari kasih sayang Allah. Allah menciptakan kita semua dari sifat kasih sayang.
Setelah Allah menciptakan alam semesta tentu tidak kemudian dibiarkan begitu saja. Seperti pada pemahaman kelompok Deisme yang meyakini bahwa Tuhan beristirahat setelah menciptakan alam semesta.
Gagasan Deisme dicetuskan oleh beberapa filsuf Yunani kuno yaitu Plato dan Aristoteles, yaitu Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Namun Tuhan tidak campur tangan dalam kehidupan alam semesta dan membiarkan semuanya bekerja sesuai dengan mekanisme yang sudah ditetapkan.
Gagasan Deisme tentu berbeda dengan kepercayaan pada agama semitik atau agama yang berdasarkan wahyu yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam.
Tiga agama ini meyakini bahwa setelah menciptakan alam semesta, Tuhan tetap mempunyai campur tangan dalam kehidupan.
Secara lebih spesifik, Islam mempunyai konsep Tuhan sebagai Rabb, pengasuh. Dalam hal ini umat Islam meyakini bahwa Tuhan melakukan pengasuhan dan pemeliharaan terhadap semua ciptaanNya.
Seperti yang tertulis dalam Surah al-Qaf ayat 16 “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Al-Ghazali mengatakan bahwa Tuhan selalu menyertai diri kita, Innallaha ma’ana. Itulah mengapa manusia, menurut al-Ghazali, tidak perlu bersedih karena diri kita ini sesungguhnya ada dalam pengasuhan Allah.
Pengasuhan Allah sebagaimana termaktub dalam surah Ibrahim ayat 32,
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.”
Al-Ghazali memberikan pemaknaan batiniah pada kalimat “menurunkan air hujan dari langit” dan “telah menundukkan (pula) bagimu sungai – sungai.”
Air hujan bukan hanya dimaknai secara lahiriah yaitu sebagai air, namun juga bisa dimaknai secara batiniah yaitu sebagai pengetahuan. Al-Ma’a kemudian dimaknai sebagai al-Ma’rifat.
Air hujan yang turun dari langit ini kemudian mengalir pada sungai dan bendungan yang kemampuan menyimpan airnya sesuai dengan kedalaman dari sungai dan bendungan tersebut.
Begitu pula pengetahuan yang diturunkan Allah kepada manusia, setiap dari kita mempunyai kadar kemampuan berbeda dalam menyimpan pengetahuan.
Ada yang diberikan kemampuan dalam menyimpan pengetahuan tentang agama, namun ada juga yang lebih mempunyai kemampuan dalam menyimpan pengetahuan tentang perdagangan.
Setiap manusia mempunyai kekhususan tersendiri yang diberikan oleh Allah tentang kecenderungan terhadap pengetahuan tertentu.
Maka al-Ghazali menganjurkan untuk tidak bersedih hati atau bahkan iri terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
Apabila kita tidak mempunyai pengetahuan yang bagus tentang bahasa misalnya, maka seharusnya fokus pada pengetahuan yang bisa dengan mudah kita kuasai. Jangan memaksakan diri.
Tambahan dari Gus Ulil, kalau kita memaksa diri untuk bisa menguasai pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, malahan bisa jadi kita melupakan pengetahuan yang sebenarnya sudah dimiliki.
Lalu apa sungai yang menampung pengetahuan itu? Itu adalah al-Qalb, hati.
Menurut al-Ghazali, manusia mengolah dan menyimpan pengetahuan dalam hatinya. Bukan yang selama ini kita pahami sebagai Brain atau otak, namun padanan kata yang lebih tepat adalah Mind atau pikiran.
Otak merupakan alat untuk menangkap pengetahuan, namun yang menyimpannya adalah pikiran. Oleh karena itu seringkali kita mencoba untuk mempelajari sesuatu, sudah terbayang dalam kepala namun keesokannya hilang.
Itu karena otak tidak meneruskan pengetahuan dalam pikiran untuk disimpan atau bisa jadi karena memang pikiran kita tidak cocok dengan pengetahuan tersebut.
Maka kita harus terlebih dahulu mempunyai kesadaran tentang pengetahuan mana yang paling cocok untuk kita, yang paling bisa disimpan dengan baik dalam pikiran.
“Everyone has a brain, but not everyone has a mind”, masing – masing orang mempunyai kemampuan pikiran yang berbeda untuk menguasai sebuah pengetahuan. (*)