Islam adalah milik Gusti Allah. Kemudian karena rahmat-Nya, Islam diturunkan kepada manusia melalui hamba terpilih dan terkasih-Nya, yaitu Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Sebelum Islam datang, betapa kacau balaunya kehidupan masyarakat Arab saat itu.
Perjudian merajalela, perzinaan dianggap hal biasa, perbudakan manusia begitu menggejala.
Penghambaan kepada berhala juga dianggap sebagai kebenaran doktrin agama.
Saking kacau balaunya, tidak heran jika kehidupan masyarakat Arab pra-Islam disebut sebagai kehidupan Jahiliyyah.
Dalam kondisi masyarakat Arab yang kacau balau seperti ini, kemudian Islam hadir.
Dengan cahaya kebenaran yang sangat terang, Islam membenahi semuanya, mulai dari aspek akidah, aspek ibadah, hingga aspek mu’amalah.
Tercatat, dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun Islam telah berhasil meng-entaskan masyarakat Arab dari kehidupan Jahiiyyah yang gelap gulita menuju kehidupan beradab yang penuh dengan sinaran hidayah-Nya.
Dari sejarahnya yang seperti ini, kiranya sangat jelas bahwa agama Islam membuat kehidupan umat manusia menjadi begitu beradab dan berkemajuan dalam sinaran cahaya Tuhan.
Saya sendiri, menggambarkan diri saya sebagaimana masyarakat Arab Jahiliyyah.
Seandainya hidayah (kebenaran) Islam tidak sampai ke saya, saya tidak tahu, kehidupan kacau apa yang akan saya jalani.
Pasti lah, sebagaimana masyarakat Arab Jahiliyyah yang; ibarat kendaraan, hidupnya tidak ada rem nya sama sekali, tabrak sana dan tabrak sini.
Ibarat jalan, hidupnya tidak ada rambu lampu lalu lintas, tidak tahu kapan harus jalan, kapan harus hati-hati, dan bahkan kapan harus berhenti.
Ibarat binatang, hidupnya tidak tahu mana yang haqq dan mana yang bathil; tidak tahu mana yang halal dan mana yang haram; tidak tahu mana yang suci dan mana yang najis.
Binatang juga tidak tahu mana yang baik dan mana yang buruk/keji; tidak tahu mana yang ma’ruf dan mana yang munkar.
Bahkan juga tidak tahu di dunia ini hakikat hidup untuk apa.
Sekali lagi, saya tidak bsa membayangkan, kehidupan se-kacau apa yang akan saya jalani, jika saya tidak mengenal Islam.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa Islam meliputi segalanya.
Aspek akidah (sistem kepercayaan); aspek ibadah (sistem peribadatan), dan aspek mu’amalah (sistem tata pergaulan dengan sesama bahkan dengan alam).
Membela Islam
Dari keserbacakupan Islam ini, saya menjadi agak (kurang/belum/tidak) bisa memahami jika ada seseorang yang berkata “Saya pembela Islam!”.
Seandainya memang ia telah melakukan sesuatu untuk Islam, kira-kira seberapa persen dari cakupan Islam (aqidah/ibadah/mu’amalah) yang telah ia bela?
Mungkin (kurang atau tidak ada) 1 persennya dari Islam.
Nah kalau ini yang terjadi, dari mana kita bisa mengatakan saya membela Islam.
Wong nyatanya Islam begitu luas dan begitu besar, bahkan lebih luas dan lebih besar dari kita yang mengaku membelanya.
Baca juga: Agama Orang Biasa
Saya sangat yakin bahwa Islam -dalam segala aspeknya- kebenarannya begitu nyata dan kokoh.
Islam benar dari sananya, karena ia berasal dari Yang Maha Benar.
Islam tidak butuh kita bela, karena Islam -dengan kebenarannya yang sangat terang benderang- akan selalu mampu membela dirinya sendiri.
Dengan ini, sekali lagi saya tidak berani mengatakan (apalagi mengklaim), saya telah membela Islam.
Wong nyatanya, justru dengan Islam, saya menjadi terbela dan terselamatkan; hidup dan atau kehidupan yang saya jalani menjadi tidak kacau; hidup dan atau kehidupan yang saya jalani menjadi tertib dan teratur.
Bahkan lebih dari itu semua, hidup dan atau kehidupan yang saya jalani menjadi tenteram dan damai karena selalu berorientasi kepada Dzat Yang Maha Segalanya.
Sekali lagi, Islam adalah milik-Nya, karenanya Dia sendiri lah yang akan menjaganya.
Seandainya kita ditakdirkan-Nya untuk terlibat dalam perjuangan Islam, maka jangan mengklaim kita telah membela Islam.
Tapi syukuri lah bahwa dengan itu kita telah dilibatkan Tuhan untuk menjadi bagian dari penjagaan-Nya menjaga Islam.
Terima kasih ya Allah, Engkau telah merahmati kami semua dengan Islam-Mu. Radhitu Billahi Rabba(n) Wabil Islami Dina(n)!
Wallahu A’lam Bish Shawwab!
Penulis: Dr. Munawir, S.Th.I, M.Si., dosen Ilmu Tafsir Hadits UIN Saifuddin Zuhri dan pengurus LBM PCNU Banyumas 2023-2028