Belajar dari Bencana Sumatra dan Ancaman Tambang di Banyumas

Oleh: Rachmat Kurniawan, Ketua PC GP Ansor Banyumas

Gelombang penolakan masyarakat terhadap rencana aktivitas tambang, mulai dari tambang granit di Baseh, Kedungbanteng, hingga galian C di kawasan Tapa, Baturraden, menjadi alarm ekologis yang tidak boleh diabaikan. Reaksi warga ini bukan sekadar dinamika sosial, tetapi ekspresi kegelisahan kolektif atas ancaman kerusakan lingkungan yang semakin nyata.

Bagi kami di Gerakan Pemuda Ansor Banyumas, persoalan tambang tidak dapat dibaca secara parsial. Ia harus ditempatkan dalam kerangka nalar kritis-transformatif: cara pandang yang tidak hanya mengkritisi masalah, tetapi juga menggerakkan perubahan sistemik agar pembangunan tetap berpihak pada keselamatan generasi mendatang.

Wilayah Baturraden dan Kedungbanteng adalah kawasan sensitif secara ekologis, daerah resapan air, penyangga bencana, dan sumber kehidupan bagi ribuan warga. Aktivitas tambang yang mengabaikan daya dukung lingkungan berpotensi memicu degradasi lahan, sedimentasi sungai, hingga meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.

Kami tidak menolak pembangunan. Namun pembangunan yang mengorbankan keselamatan ekologis pada akhirnya akan kembali menjadi beban sosial, ekonomi, bahkan moral. Karena itu, kebijakan pertambangan wajib melalui kajian yang jujur, partisipatif, dan berbasis data, bukan semata pertimbangan kepentingan sesaat.

Keprihatinan kami semakin mendalam melihat rentetan bencana di Sumatra: banjir besar, longsor, hingga kerusakan infrastruktur yang terjadi berulang. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa krisis ekologis tidak lagi menjadi wacana di atas kertas, melainkan kenyataan pahit yang harus dihadapi saudara-saudara kita hari ini.

Tragedi itu seharusnya menjadi cermin bagi Banyumas. Jangan sampai kita menunggu bencana serupa hanya karena abai menjaga lingkungan. Introspeksi menjadi penting agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama dengan membiarkan eksploitasi ruang berjalan tanpa kendali.

GP Ansor Banyumas mengajak seluruh pemangku kepentingan, pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, aktivis, tokoh masyarakat, hingga generasi muda untuk kembali pada kesadaran bahwa kelestarian lingkungan adalah fondasi utama kesejahteraan bersama.

Alam adalah amanah Tuhan yang harus kita jaga. Ketika bencana menimpa wilayah lain, itu menjadi peringatan agar kita tidak lalai. Kesadaran ekologis bukan hanya urusan sains, tetapi juga bagian dari iman dan tanggung jawab kemanusiaan.

Semoga peristiwa ini menjadi ruang refleksi bagi kita semua, dan semoga Banyumas tetap menjadi tanah yang aman, lestari, dan layak diwariskan kepada anak cucu.

editor : ahyar

Tulisan sebelumnyaBuka Seminar Nasional, Rektor UIN Saizu: Transformasi Pendidikan Dasar-Menengah Menentukan Masa Depan Indonesia Emas 2045

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini