Apa Itu Masyayikh NU? Ini Pengertian dan Contohnya

Apa Itu Masyayikh NU? Ini Pengertian dan Contohnya
Apa Itu Masyayikh NU? Ini Pengertian dan Contohnya

Apa Itu Masyayikh? Dalam tradisi NU maupun pondok pesantren di Indonesia, tentu kita sering mendengar istilah Masyayikh. Penggunaan kata atau kalimat masyayikh sering disampaikan di dalam sambutan atau pidato para kiai dan tokoh-tokoh NU. Lantas apa itu masyayikh NU?

Pada artikel kali ini, penulis akan mencoba menjelaskan lebih detail tentang apa arti  masyayikh dan contoh penggunaan kata masyayikh, baik yang sering terdengar di pesantren maupun saat acara-acara NU?

Baca Juga : Ayo Cek, Apa Saja itu 18 Lembaga NU

Apa Itu Masyayikh NU?

Masyayikh merupakan bentuk jamak dari kata bahasa Arab Syaikh (شَيْخ), yang dalam bahasa Indonesia sering ditulis sebagai Syekh, Syeikh, atau Syech. Secara sederhana, Syaikh berarti guru agung, tuan, ketua, kepala, pemimpin, atau Imam Besar.

Sedangkan Masyayikh mengacu pada para Guru Agung yang memiliki ciri khas sebagai sosok Alim, Allammah, Sepuh, atau tua. Mereka dihormati bukan hanya karena usia, tetapi juga kematangan ilmu dan silsilah. Hal ini membedakan istilah Masyayikh dengan Guru, yang sering diartikan dari kata Ustadz (tunggal) dan Asatidz (jamak).

Dari penjelasan tersebut, terdapat beberapa penggunaan istilah Masyayikh. Contohnya, “para masyayikh” merujuk pada para guru, ungkapan yang sering digunakan dalam teks sambutan. Sementara itu, “Haul Masyayikh” berarti peringatan haul untuk para guru, yang umumnya diadakan di lingkungan pondok pesantren.

Selain itu, terdapat istilah Grand Syaikh di lingkungan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Gelar Grand Syekh Al-Azhar atau Imam Besar Al-Azhar merupakan penghormatan bergengsi di dunia Islam Sunni sekaligus gelar resmi yang prestisius di Mesir.

Contoh-contoh Masyayikh

Masyayikh menggambarkan kumpulan individu yang tergabung dalam suatu lembaga, organisasi, atau sub-organisasi. Mereka terdiri dari beberapa orang Syaikh, sehingga sering disebut sebagai Lembaga, Dewan, atau Majelis Masyayikh.

Salah satu contoh konkret Masyayikh dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Undang-undang ini mengamanatkan pembentukan Majelis Masyayikh sebagai bagian penting untuk mewujudkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren.

Berikut adalah beberapa contoh anggota Majelis Masyayikh:

  1. KH Azis Afandi (Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat)
  2. KH Abdul Ghoffar Rozin, M.Ed (Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah)
  3. Dr. KH Muhyiddin Khotib (Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur)
  4. KH Tgk. Faisal Ali (Pesantren Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Aceh Besar, Aceh)
  5. Nyai Hj. Badriyah Fayumi, MA (Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Bekasi, Jawa Barat)
  6. Dr. KH Abdul Ghofur Maimun (Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah)
  7. KH Jam’an Nurchotib Mansur/Ust. Yusuf Mansur (Pesantren Darul Qur’an, Tangerang, Banten)
  8. Prof. Dr. KH Abd. A’la Basyir (Pesantren Annuqoyah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur)
  9. Dr. Hj. Amrah Kasim, Lc, MA (Pesantren IMMIM Putri, Pangkep, Sulawesi Selatan)

Dalam struktur organisasi pondok pesantren, biasanya terdapat Majelis atau Dewan Masyayikh yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan Dewan Asatidz dan Asatidzah atau dewan pengurus.

Daftar Masyayikh NU (Nahdlatul Ulama)

Para masyayikh Nahdlatul Ulama (NU) adalah tokoh-tokoh yang menjadi pendiri dan penggerak jam’iyyah Nahdlatul Ulama pada masanya. Mereka berkiprah di organisasi atau perkumpulan NU pada berbagai tingkatan dan di berbagai daerah tempat mereka tinggal.

Istilah Masyayikh NU merujuk pada figur, tokoh, atau ulama yang memiliki kontribusi besar, baik yang telah wafat maupun yang masih hidup.

Beberapa nama masyayikh NU yang dikenal luas, baik dalam sejarah maupun dalam kenangan umat, antara lain :

  • KH Muhammad Kholil Bangkalan Madura
  • KH Muhammad Hasyim Asy’ari Tebuireng
  • KH Hasan Gipo, KH Mahfudz Shidiq
  • KH Ahmad Noor, KH Nahrawi Tahir
  • KH Abdul Wahid Hasyim
  • KH Abdul Wahab Hasbullah Tambakberas
  • KH Ridlwan Abdullah
  • KH Bisri Syansuri
  • KH Muhammad Dahlan
  • KH Idham Chalid
  • KH Ahmad Shidiq Jember
  • KH Mahrus Ali
  • KH As’ad Syamsul Arifin Sukorejo
  • KH Ilyas Ruhiat
  • KH Ali Maksum Krapyak
  • KH Ali Yafi’
  • KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz, dan lainnya.

Selain itu, para masyayikh NU juga aktif di lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah, yayasan, dan pondok pesantren yang memiliki afiliasi langsung maupun tidak langsung dengan NU. Mereka yang masih hidup terus berkontribusi dalam pengabdian kepada jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Haul Masyayikh Pondok Pesantren

Haul berasal dari bahasa Arab al-haul, yang berarti tahun atau berlalunya waktu dua belas bulan dalam kalender Hijriyah. Dalam tradisi masyarakat Muslim Indonesia, Haul telah menjadi kebiasaan turun-temurun yang terus dilestarikan.

Tujuan utama pelaksanaan Haul, termasuk Haul Masyayikh NU, adalah untuk mendoakan anggota keluarga, tokoh, dan alim ulama yang telah wafat. Selain itu, peringatan Haul juga menjadi momen untuk mengenang serta meneladani akhlak, sifat, ilmu, fatwa, dan ajaran-ajaran para masyayikh.

Tradisi Haul masyayikh memiliki nilai yang penting bagi Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) dan seluruh warga NU. Hampir setiap pondok pesantren mengadakan peringatan Haul Masyayikh secara rutin setiap tahun.

Demikian ulasan singkat mengenai Masyayikh NU, termasuk arti, penjelasan, dan contohnya. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita tentang ke-NU-an dan ke-Indonesia-an.

Tulisan sebelumnyaNU, Acuan Utama Pemikiran Islam Moderat Dunia
Tulisan berikutnyaMI dan SD

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini