Anak Yatim Disantuni, Banom NU Dilantik

CILONGOK, Nubanyumas.com – Langit Batuanten Sabtu,(5/7/2025) malam itu tak sepenuhnya gelap. Ada cahaya yang menggantung lembut di angkasa, memantul pelan di lantai Pendopo Balai Desa Batuanten. Bukan cahaya lampu atau bulan, melainkan cahaya yang memancar dari wajah-wajah anak kecil yang duduk berjajar, anak-anak yatim piatu yang datang membawa harap dan pulang membawa pelukan hangat dari desanya.

Malam 10 Muharram, malam yang oleh orang-orang tua diyakini sebagai malam berkah, menjadi latar peristiwa ini. Sebuah malam yang dalam diamnya menyimpan banyak cerita, tentang Musa yang menyeberangi laut, tentang Nuh yang menemukan daratan, dan tentang manusia yang belajar kembali percaya, bahkan di tengah kehilangan.

Sebanyak 43 anak yatim piatu hadir malam itu. Mereka tak datang dengan tuntutan. Mereka datang karena diundang oleh cinta. Dan cinta itu menjelma dalam bentuk paling nyata, uluran tangan warga, yang mengumpulkan dana hingga lebih dari delapan puluh juta rupiah. Tak sepeser pun digunakan untuk prosesi acara. Semuanya untuk mereka.

“Kami hanya menyampaikan amanat,” ujar Juweni, Ketua Panitia, lirih. “Semuanya dari para dermawan desa ini. Tak satu rupiah pun untuk kami. Semua untuk anak-anak kita.”

Namun malam itu tak berhenti pada santunan. Di sisi lain pendopo, di bawah langit yang sama, lahir pula semangat baru. Tiga Banom NU dilantik bersama, Fatayat NU, GP Ansor, dan IPNU-IPPNU. Bukan karena efisiensi, bukan pula karena pragmatisme organisasi. Tapi karena ada tekad yang ingin ditanam, bahwa bangkit bersama lebih bermakna daripada berjalan sendiri-sendiri.

Ustadz Nurkholis, Ketua Tanfidziyah NU Ranting Batuanten, menyampaikan bahwa pelantikan ini bukan soal hemat waktu atau biaya. Tapi karena kita paham makna kata Nahdlatul, kebangkitan. Organisasi ini bukan hanya tempat berkumpul, tapi tempat membangkitkan semangat, melanjutkan perjuangan paham Ahlussunah wal Jamaah.

“Ketika kita dengan sadar berkhidmat di Nahdlatul Ulama, harusnya kita sudah paham arti kata Nahdlatul dari Nahdlatul Ulama. Maka sebagai organisasi, kita tak cukup hanya ngumpul-ngumpul. Kita harus mendalami makna kebangkitan, dan siap berjuang membangkitkan semangat perjuangan paham ahlussunah wal jamaah.” katanya.

Malam itu, anak-anak yang kehilangan tempat bersandar mendapatkan pelukan dari desa mereka. Dan Banom NU yang baru saja dilantik, menerima tongkat estafet yang tak terlihat, namun tetap bisa dirasakan.

Sementara bulan Muharram menggantung di langit Batuanten, pendopo desa menjadi ruang suci di mana kasih dan tekad menyatu. Santunan itu bukan sekadar pemberian. Pelantikan itu bukan sekadar seremoni.

Dan mungkin, malam itu, langit pun ikut mencatat. Bahwa di sebuah desa kecil bernama Batuanten Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, manusia masih mengingat sesamanya, dengan cara yang paling manusiawi.

 

Penulis : Khafidz Syabani

Tulisan sebelumnyaMendidik dan Memimpin Generasi Masa Depan: Menyesuaikan Cara dengan Zamannya

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini