Abah Kiai Wonten?

Sungguh ini bukan sebuah kesengajaan, apalagi bermaksud merendahkan. Tapi tidak semua Kiai gampang dikenali, terutama bagi warga NU yang jarang ngaji seperti saya. Kok begitu?

Ceritanya begini, sekitar tahun 2006 PAC IPNU Kecamatan Ajibarang mengadakan Sekolah Aswaja selama dua hari. Materi bertema Ahlussunah wal jama’ah an Nahdliyah sudah disiapkan, sekalian dengan pengampu materi.

Sejak hari pertama, acara tidak berjalan lancar. Dari pembicara yang hadir tidak sesuai jadwal, fotocopy makalah yang mendadak, sampai pesanan konsumsi yang tidak sesuai jumlahnya. Tapi secara umum acara dapat dikendalikan, walaupun panitia menjadi bekerja sangat keras.

Hari kedua muncul masalah besar. Abah Kiai yang diminta untuk mengisi salah satu materi belum datang, padahal acara sudah molor 30 menit dari jadwal. Akhirnya saya ditugasi menjemput Abah Kiai.

Saya yang tidak begitu apal wajah Kiai langsung menggandeng Soderi, salah satu panitia untuk menemani saya.

Assalamu’alaikum, sambil ketok-ketok pintu saya uluk salam. Tak berapa lama, pintu dibuka, dan kami dipersilahkan masuk.

Mungkin karena otak overload, pusing memikirkan acara yang acakadut, dari awal salam saya justru merasa kalau sedang sowan ke adiknya Abah Kiai, yang kebetulan anaknya saya kenal.

Baca Juga : ‘Ngetan’ itu Artinya..

“Bagaimana mas?,” tuan rumah bertanya setelah mempersilahkan duduk.

Lalu muncullah pertanyaan goblok tingkat dewa ini. “Abah Kiai wonten?.”

Raut muka tuan rumah langsung berubah, diam sebentar tidak langsung menjawab. Lalu tiba-tiba berteriak ke dalam dengan nada keras. “Buu, sinii buuu.. Tolong panggilkan pak Kiai.” Bu nyai yang tergesa-gesa keluar, terbengong bingung.

Seperti digigit semut sebesar kucing, seketika saya tersadar, kami saat ini sedang berhadapan dengan Abah Kiai. Langsung jantung berdegup kencang, auto panik. Sayangnya perkataan orang panik memang lebih goblok. Jadinya muncul perkataan goblok kedua.

Ngapunten Kiai, kulo pangling.”

Jadilah sowan pagi itu menjadi ceramah tentang adab dan nasehat orang tua kepada anak. Hilang sudah tujuan mengingatkan jadwal mengisi materi Sekolah Aswaja.

Teman yang duduk disamping saya hanya senyum senyum sambil menggigit beberapa hidangan yang disajikan di meja. (*)

Tulisan sebelumnyaGratis! PBNU-Kemenag Gelar Program Mudik Lebaran 2022
Tulisan berikutnyaKeutamaan Sholat Tarawih Malam ke 14, Malaikat Akan Bersaksi Pada Hari Kiamat

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini