Maulid Nabi, Memperingati Kelahiran Asal Usul Manusia

Maulid

nubanyumas.com – Pasca pemberlakuan PPKM Darurat akibat pandemi Covid-19, warga Nahdliyin kembali memeriahkan bulan Rabiul Awal kali ini dengan menyemarakkan pembacaan Al Barzanji di setiap surau, mushola maupun Masjid-masjid. Lantunan shalawat demi shalawat menggema, melepas lelah setelah sekian lama terkurung dalam wabah. Tidak sedikit kucuran air mata tumpah saat serakal tiba, sebuah manifestasi kecintaan terhadap baginda Nabi Agung Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.

Tradisi Muludan memang sudah melekat erat di tengah-tengah warga Nahdliyin sejak dahulu kala. Orang jawa, dulu, jika akan memasuki bulan Mulud, mereka sibuk berbenah, mengecat rumah, berburu jajanan pasar, membuat makanan-makanan untuk sedekahan. Kesibukan itu, lantaran warga nahdliyin berkeyakinan akan kerawuhan tamu agung, Gusti Kanjeng Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.

Sejak era walisongo, bulan Rabiul Awwal menjadi tonggak awal penyebaran Islam secara masif. Kita ingat saat sunan Kalijaga pertama kali membuat gamelan yang dinamainya Kyai Sekati. Kemudian diadakanlah upacara Sekaten pada tanggal 12 Rabiul Awwal di depan masjid Demak. Setiap orang yang akan menyaksikan lebih dulu wajib membasuh muka, tangan, rambut, kaki dan mengucap Syahadatain.

Dari situlah, perayaan Mulud menjadi amat sakral untuk dirayakan. Bukan sekedar sebuah tradisi yang mendarah daging. Tapi, terselip sebuah makna agung dari hakikat asal usul jiwa manusia. Orang jawa menyebutnya dengan istilah “Sangkan Paraning Dumadi” yang maksudnya adalah asal usul kejadian diri manusia.

Memperingati kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam boleh saja dengan berbagai cara. Namun yang terpenting adalah bahwa memperingati kelahiran Nabi sama saja memperingati kelahiran asal usul manusia. Hakikat manusia adalah ruh, sedangkan jasad hanyalah kelambunya.

Ruh manusia bersumber dari pancaran Nur Muhammad dan Nur Muhammad itu adalah tajalli atau pancaran dari Allah Swt. Sebagaimana yang diutarakan dalam kitab Al Barzanji karya Sayid Ja’far menyebutkan, “Ushalli wa usallimu ‘alan nuril maushufi bit taqaddumi wal awwaliyyah” (Aku mengucap shalawat dan salam untuk cahaya yang bersifat terdahulu dan awal).

Di kalangan sufi, ada hadits yang menyebutkan, “Ana Abal Arwah wa Adam Abal Basyar” (Aku adalah bapak segala ruh, sedangkan Nabi Adam adalah bapak segala manusia). Dalam hadits lain disebutkan, “Kuntu nabiyyan wa adam bainar ruh wal jasad” (Aku sudah menjadi nabi pada saat Adam masih antara ruh dan jasad).

Karena itulah, peringatan Maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjadi sangat penting bagi diri manusia itu sendiri. Sebuah peringatan asal usul manusia, menyadari hakikat manusia berasal dan akan kembali ke asal-Nya. Maulud menjadi puncak kehadiran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam hati setiap manusia. Maka, pantas sekali kalau kita menyediakan pacitan, menghias rumah dan menyemarakkan Maulud ini dengan penuh hidmat. Percayalah, Gusti Kanjeng Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sedang berkunjung ke rumah kita. [*]

Tulisan sebelumnyaMuslimat NU Banyumas Dorong Pencegahan Penularan TB
Tulisan berikutnyaBicara Asset NU, Lembaga Wakaf Punya Peran Vital

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini